Harmoni Kelas Musik Difabel dalam Cangkrukan Teras Melody

KOTA MALANG – malangpagi.com
Kota Malang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan seni serta budaya yang luar biasa. Sejak zaman kerajaan, Malang telah menjadi tempat bertemunya berbagai budaya dan tradisi. Di tengah keberagaman ini, muncul inisiatif-inisiatif yang memajukan seni dengan sentuhan inklusivitas, salah satunya adalah kelas musik untuk anak difabel di sanggar Cangkrukan Teras Melody.
Hendro Budi Laksono, seorang pegiat seni dan beladiri yang memiliki visi untuk mengembangkan seni bagi semua kalangan. Bersama istrinya, yang juga aktif dalam dunia seni dan beladiri, dirinya membangun wadah bagi masyarakat untuk belajar dan mengembangkan bakat mereka.
Menurut Hendro, kelas musik untuk difabel ini bukan hanya sekadar tempat belajar seni, tetapi juga menjadi ruang pertukaran ilmu antara dirinya dan para murid.
“Saya memegang filosofi kesabaran adalah seni mengolah rasa. Saya ingin memastikan bahwa setiap anak difabel memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang melalui kegiatan seni,” ujarnya saat ditemui Malang Pagi, Selasa (25/06/2024).
Baginya, memberikan ilmu adalah bentuk amal yang tak ternilai, yang dapat membawa perubahan nyata dalam hidup seseorang. Hendro juga menekankan pentingnya inklusivitas dalam dunia seni.
“Saya percaya sedekah itu bukan hanya dengan materi, tetapi juga dengan sedekah ilmu. Seni adalah bahasa universal yang dapat menyatukan kita semua, terlepas dari latar belakang dan kondisi fisik,” tambahnya.
Selain fokus pada kelas musik untuk difabel, Hendro juga memiliki kepedulian besar terhadap sosok-sosok yang sering terabaikan.
Di waktu senggangnya, ia kerap mencari pengamen berbakat untuk diajak tampil bersama band bentukannya di Wisata Kayu Tangan Heritage kota Malang. Dengan cara ini, Hendro memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan bakat di hadapan publik yang lebih luas.
Lebih lanjut, Hendro mengatakan Malang membutuhkan penengah yang dapat mempersatukan para pelaku seni dan budaya. Sehingga, seni dan budaya di kota ini bisa berkembang dengan lebih baik. Ia juga memiliki pandangan visioner tentang peran Malang sebagai kota budaya.
“Malang bukan hanya kota pendidikan tapi juga kota budaya. Kita harus bisa membedakan mana pelaku seni budaya asli dan pebisnis seni, Kadang seniman yang asli tergeser oleh pebisnis seni yang hanya mementingkan keuntungan daripada terus berkarya mengembangkan seni itu sendiri,” tutupnya. (Dsy/YD)